Bahasa, Ekspresi, dan Tutur
Bahasa, ekspresi dan tutur merupakan bagian dari kebudayaan yang mengikuti perkembangan zaman. Artinya, ketiga hal ini pasti akan mengalami perubahan, yang juga bergantung pada generasi pengguna bahasa, ekspresi dan tutur itu sendiri. Berbeda generasi berbeda pula lingkungannya, pergaulannya, dan tentu akan berbeda pula pola pikirnya. Lingkungan, pergaulan, dan pola pikir inilah yang bisa dikatakan menjadi faktor pembeda antara bahasa, ekspresi, dan tutur dari satu generasi ke generasi lain. Penggunaan kosakata baru oleh generasi sekarang yang belum pernah digunakan oleh generasi sebelumnya, kosakata lama yang dipakai oleh generasi sebelumnya jarang lagi dipakai oleh generasi sekarang, atau bahkan perubahan dialek merupakan contoh dari perubahan bahasa, ekspresi, dan tutur tersebut. Contoh konkret dapat dilihat pada penggunaan bahasa, ekspresi, dan tutur mahasiswa zaman sekarang yang tak jarang menggunakan bahasa baru yang dianggap modern dalam percakapan sehari-hari mereka. Bukan hanya bahasa yang ‘kebarat-baratan’, atau pun bahasa yang sengaja disingkat, bahkan, bahasa ibu sendiripun diplesetkan hingga menjadi berbeda kedengarannya tetapi tidak menghilangkan arti dari bahasa itu sendiri, serta cara bertutur seperti intonasi suara dalam penuturan yang kadang dilebih-lebihkan.
Double Speak
Gejala double speak yang dikemukakan Noam Chomsky, seorang professor linguistic merupakan suatu ungkapan yang secara sengaja digunakan untuk menyamarkan, menidakjelaskan, mengubah atau memutar balik arti satu kata. sehingga menyebabkan kesalahpahaman komunikasi. Gejala ini terjadi di sekitar tahun1980-an hingga paruh akhir 1990-an , dimana para pejabat dan petinggi di Indonesia cenderung berbahasa, berekspresi dan bertutur secara samar dan taktis. Seperti pernyataan “masyarakat miskin” diganti dengan “masyarakat prasejahtera” yang sebenarnya artinya masih saja sama yaitu “miskin’’. Hal yang dikemukakan ini seperti menutup-nutupi suatu kebobrokan di bawah suatu kekuasaan atau pemerintahan yang tidak bisa menyejahterakan rakyatnya. Sementara di era reformasi, dengan adanya kebebasan pers, para pejabat dan petinggi di Indonesia sudah sangat sulit untuk ber-double speak lagi dikarenakan kebebasan yang diiringi dengan kecerdasan yang dimiliki masyarakat Indonesia sekarang ini untuk mengkritik gejala seperti itu. Apalagi di zaman sekarang, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dengan tersedianya media ataupun fasilitas pentransfer informasi kepada masyarakat seperti koran, televisi, radio, dan internet maka bahasa publik sekarang ini sungguhlah sudah sangat terbuka dan sangat jarang ditemukan gejala double speak .
Public SpeakerKemampuan berbicara di depan umum tidaklah dimiliki setiap orang karena kemampuan ini berkaitan erat dengan citra pribadi. Kemampuan berbicara di depan umum dapat dimiliki karena adanya bakat alam (sering disebut "dilahirkan"), dengan menjalani pelatihan atau secara spontan muncul dalam situasi darurat (bersifat sementara).
Public Speaker yang berhasil, ditentukan oleh empat faktor penting, yaitu dengan mengatasi hambatan kepribadian, penggunaan body language secara tepat, metode penyampaian yang sistematis dan tepat sasaran, dan Penggunaan Alat Peraga. Selain itu, tentu saja diperlukan persiapan yang mantap, pelaksanaan yang meyakinkan, feeling dan finishing touch yang manis.
Berikut ini adalah penjelasan beberapa komponen yang disebutkan di atas.
1. Mengatasi Hambatan Kepribadian
Pada umumnya, seseorang yang belum biasa berbicara di depan orang yang banyak akan gugup, gemetar, berkeringat dingin, gagap, tegang, sakit perut (mulas), salah tingkah, demam panggung yang biasa kita sebut "cemas". Kiat menghadapi kecemasan:
- Organisasikan bahan presentasi Anda
- Visualisasikan
- Berlatih
- Bernafas dalam-dalam
- Berfokus pada relaksasi
- Melepas ketegangan
- Kontak mata
2. Penggunaan Body Language Secara Tepat
Bahasa isyarat dan gerakan tubuh merupakan hal penting namun sering dilupakan orang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
- Postur tubuh
- Perpindahan tempat
- Gerak isyarat
- Mimik wajah
- Mata yang bersinar
3. Metode Penyampaian yang Sistematis dan Tepat Sasaran
Urutan presentasi:
- Pendahuluan
- Kalimat prepandangan
- Gagasan utama dan sub gagasan
- Keuntungan dari penyampaian materi
- Kalimat peninjauan
- Kesimpulan
Berbicara merupakan bagian dari komunikasi. Jika umpan balik dalam proses komunikasi itu lebih bersifat positif, berarti penyampaian pesan komunikator telah efektif. Dalam melakukan public speaking tidak selalu ada kata sepakat namun selalu tercapai pengertian bersama (komunikan mengerti maksud komunikator dan sebaliknya, walau tidak setuju).
4. Penggunaan Alat Peraga
Alat peraga khususnya yang visual dimaksudkan untuk:
- Memfokuskan perhatian audience
- Mengukuhkan pesan verbal
- Merangsang minat
- Mengilustrasikan faktor-faktor yang sulit diverbalkan
Hal yang harus diingat adalah : alat peraga hanya sebagai alat bantu, jangan menjadi pusat perhatian. Interaksi dan hubungan anda dengan audience yang menentukan keberhasilan public speaker.
5. Persiapan
Faktor nonteknis seringkali tidak diperhitungkan namun membawa akibat fatal bila ternyata muncul tiba-tiba. Misalnya :
- Penampilan (rambut, pakaian sepatu, bau badan, dan sebagainya)
- Fisik (kesehatan)
- Latihan gaya
- Kesempurnaan berkas/bahan
- Ketersediaan alat peraga
- Sound system, pengaturan tempat duduk, letak layar, dst.
- Kreativitas
6. Pelaksanaan yang meyakinkan
Intonasi suara, semangat, rasa percaya diri, keyakinan yang sempurna, rasa optimis, mata yang berbinar, senyum dikulum, komunikatif, mengajak (berdialog dengan) seluruh audience, membangkitkan inspirasi, data yang akurat, peraga yang baik dan lain-lain sangat mempengaruhi keberhasilan berbicara di depan umum.
7. Feeling
Otak manusia terdiri dari optak kanan dan otak kiri. Otak kiri berpikir hal-hal yang rasional, sedangkan otak kanan memikirkan hal-hal yang berbau senidan mengandalkan perasaan, emosi dan nuansa-nuansa ketidak pastian. Dalam berbicara di depan umum, otak kanan juga harus difungsikan, tidak hanya otak kiri. Untuk apa? Agar kita dapat mengatasi gejala-gejala yang dapat merusak presentasi kita. Contoh : jam presentasi yang tidak tepat (membuat ngantuk), kebosanan karena acara yagn monoton dan berlebihan, kelelahan, kurang minat dan sebagainya. Sebaiknya presentasi segera di break dengan humor, tanya jawab, demonstrasi alat atau visualisasi sesuatu yang merangsang minat. Selain itu ciptakan suasana yang hangat dan interaksi yang "hidup".
8. Finishing Touch
Setelah kesimpulan di akhir pembicaraan, ungkapkanlah tantangan, pertanyaan, penegasan, demo atau apa saja yang dapat audience terpana, tercengang, berpikir, atau bahkan protes. Hal ini akan memberi kesan positif dan rangsangan untuk bertanya.
Budaya TuturBahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbiter, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap panca indra. Melalui bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina dan dikembangkan serta dapat diturunkan kepada generasi-generasi mendatang. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang berada disekitar manusia: peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuh, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang-orang lain sebagai bahan komunikasi. Komunikasi melalui bahasa ini memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Ia memungkinkan tiap orang untuk mempelajari kebiasaan, adat-istiadat, kebudayaan serta latar belakangnya masing-masing.
Berbicara mengenai bahasa tentu berarti berbicara mengenai tutur. Pengetahuan akan budaya tutur sangatlah penting dan memang dibutuhkan, khususnya apabila ingin menciptakan interaksi sosial yang baik dengan satu kaum. Terlebih dahulu kita harus mempelajari budaya tuturnya, sehingga tercipta kenyamanan dalam berkomunikasi, dan tidak akan ada potensi untuk terciptanya kesalahpahaman atau missunderstanding dalam pembicaraan nantinya. Hal ini juga berlaku dalam suatu institusi. Dalam institusi pendidikan atau perkantoran misalnya, perlu ada tata cara tersendiri dalam bertutur seperti dosen bertutur kepada sesama dosen, dosen bertutur kepada mahasiswa, mahasiswa bertutur kepada dosen, mahasiswa bertutur kepada sesama mahasiswa, atasan bertutur kepada bawahan ataupun sebaliknya dan begitu seterusnya.
Edited by Enchi